Saya dan Bakat Saya
Awalnya saya menyangka bakat saya banyak sekali. Tapi ternyata bakat saya sedikit sekali. Kapan saya merasa punya banyak bakat, dan kapan saya merasa punya sedikit bakat adalah tahapan yang menarik untuk dielaborasi. Pertama, etape merasa punya banyak bakat. Etape ini muncul ketika minat saya kepada segala sesuatu luas sekali. Ingin jadi tentara, musisi, penyanyi, penulis dan sebagainya. Di etape ini saya bukan cuma merasa ingin, tapi juga merasa bisa. Kedua, etape merasa punya sedikit bakat. Pada etape ini, tidak ada yang menarik diluar bidang yang saya minati. Seluruh bayangan, impian dan cita-cita hanya tertuju pada satu arah saja. Dulu cita-cita saya pernah tertuju pada pilot. Tapi alam membimbing saya dengan caranya sendiri, dengan bentuk badan saya yang tidak memungkinkan. Saya gelisah. Sampai-sampai kesibukan saya hanya mengurus soal badan, dan akhirnya mengubur gairah saya menjadi pilot.
Cita-cita saya bergeser secara alamiah lewat jalan yang tidak diduga. Malah bekas minat itu tidak pernah ada sedikitpun. Semua pekerjaan yang bersyarat pada bentuk badan langsung terhapus. Ternyata bakat bukan menyangkut pada yang kita minati. Penuh minat tidak selalu ekuivalen dengan penuh bakat. Setelah pilot, saya ingin jadi musisi. Untuk belajar gitar, saya rela belajar dengan syarat apapaun termasuk menenteng gitar guru kemanapun.
Tak ada yang keliru dari cita-cita ini. Semua terasa baik-baik saja, kecuali kesempatan tampil yang belum juga tiba. Tapi untunglah kesempatan itu tidak pernah tiba, sehingga saya berkesempatan meninjau ulang sangkaan saya terhadap bakat saya. Sekarang ketahuan kalau bakat saya di musik berbanding terbalik dengan bakat saya sebagai pendengar. Intuisi saya sebagai pemusik tidak sebaik intuisi saya sebagai pendengar.
Inilah periode yang penuh derita. Kita meminati sesuatu yang keliru tanpa kita tahu, sampai alam sendiri yang kelak memberitahu. Ini memberi pelajaran bahwa bakat lagi-lagi tidak selalu terletak pada apa yang kita sukai. Karena nya perasaan merasa berbakat adalah jebakan yang berbahaya. Inilah perasaan yang akan menyedot seluruh minat, konsentrasi, dan keyakinan hanya tertuju pada satu arah. Sementara pada arah lain malah sering sinis dan meremehkan. Hati-hatilah pada soal yang tampaknya kita minati, tapi ia beresiko menutup pintu-pintu kemungkinan besar yang mengelilingi hidup kita.
salam ......jepret
salam ......jepret
Tidak ada komentar:
Posting Komentar